Perang China-Jepang II

Perang China-Jepang II: Penyebab, Perjalanan Perang, dan Akibatnya

SejarahInternasional.com~~Perang China-Jepang II, yang berlangsung dari 7 Juli 1937 hingga 9 September 1945, menjadi salah satu konflik besar yang mempengaruhi sejarah Asia dan dunia. Perang ini merupakan kelanjutan dari Perang China-Jepang I, yang terjadi pada 1894-1895. Meskipun Jepang berhasil memenangkan perang pertama, perseteruan antara China dan Jepang berlanjut dengan lebih besar dan lebih destruktif. Jepang yang ingin mendominasi Asia Timur Raya, berusaha menguasai China dengan paham Hakko Ichiu, yang mengajarkan supremasi Jepang atas negara-negara di kawasan tersebut. Akibatnya, perang besar ini pun meletus, memperburuk hubungan antara kedua negara.

Latar Belakang Perang China-Jepang II

Penyebab utama meletusnya perang ini adalah Insiden Jembatan Marco Polo pada 1937. Kejadian ini dimulai saat tentara Kwantung Jepang berlatih di dekat Kota Wanping, China. Pada suatu malam, satu tentara Jepang dikabarkan hilang. Jepang menuduh China menculiknya, dan menuntut pasukan China untuk mengembalikannya. Ketegangan meningkat, dan pada saat perundingan berlangsung, tentara Jepang melakukan penembakan di Jembatan Marco Polo. Penembakan ini kemudian menjadi pemicu perang besar antara China dan Jepang.

Selain insiden tersebut, faktor lain yang turut berkontribusi adalah kebijakan ekspansionis Jepang yang ingin memperluas pengaruhnya di Asia. Jepang percaya bahwa untuk menciptakan kerajaan Asia Timur Raya yang kuat, mereka harus menguasai negara-negara besar di kawasan tersebut, termasuk China. Keinginan ini menciptakan ketegangan antara kedua negara yang telah berlangsung lama, dan akhirnya memunculkan Perang China-Jepang II.

“Baca juga: Mengungkap Perang China-Jepang I: Akar Konflik, Pertempuran, dan Warisan Sejarah”

Perjalanan Perang China-Jepang II

Pada awal perang, Jepang berhasil mendominasi dengan cepat. Pasukan Jepang merebut seluruh pantai timur China, termasuk ibu kota Nanjing. Keberhasilan ini memaksa pemerintah China, yang dipimpin oleh Partai Kuomintang, untuk memindahkan pusat pemerintahan mereka ke Hankou. Meskipun mengalami kekalahan besar, semangat perlawanan di kalangan rakyat China tidak pernah padam. Rakyat dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pejuang hingga petani, ikut melawan invasi Jepang.

China tidak hanya mengandalkan pasukan reguler dalam menghadapi serangan Jepang. Partai Komunis China, yang sebelumnya berseteru dengan Partai Kuomintang, akhirnya sepakat untuk bekerja sama melawan ancaman bersama ini. Pasukan komunis menggunakan taktik gerilya dan memperoleh dukungan dari Rusia. Sementara itu, Partai Kuomintang mendapat bantuan dari Amerika Serikat dan Inggris, yang menyediakan persediaan melalui Jalur Birma Road.

Namun, Jepang tidak mudah menguasai seluruh wilayah China. Perang ini menjadi panjang dan melelahkan. Meski Jepang menduduki banyak wilayah strategis, mereka gagal menguasai daerah pedalaman China yang luas dan sulit dijangkau. Keberhasilan pasukan komunis dan bantuan internasional kepada China turut memperpanjang perlawanan terhadap Jepang.

Pemblokadean Jalur Birma

Pada 27 Juli 1940, Jepang menutup Jalur Birma, sebuah rute vital yang menghubungkan Inggris dengan China melalui Myanmar. Jalur ini berfungsi sebagai jalur utama untuk mengirimkan bantuan kepada China yang tengah berjuang melawan invasi Jepang. Penutupan jalur tersebut membuat pasokan ke China terhambat dan semakin sulit diperoleh. China yang sudah kekurangan persediaan, semakin terdesak oleh kekuatan militer Jepang yang terus berkembang.

Namun, pada 16 November 1940, Jepang membuka kembali Jalur Birma setelah menyadari kesalahan strategi mereka. Pembukaan jalur tersebut memungkinkan pasokan dari Inggris dan negara-negara Barat kembali masuk ke China. Meskipun demikian, pasokan yang masuk melalui jalur ini tidak cukup untuk mengimbangi kekuatan Jepang yang terus berkembang. Pasukan Jepang tetap menguasai sebagian besar wilayah pantai China, sementara perlawanan China semakin terdesak.

China, yang memiliki sumber daya terbatas, tetap bertahan dengan segala cara. Mereka terus mencari dukungan internasional, terutama dari negara-negara Barat, untuk memperkuat perlawanan mereka. Meskipun menghadapi kesulitan besar, semangat nasionalisme rakyat China tetap menyala, berjuang melawan invasi Jepang dan mempertahankan kedaulatan mereka.

Pembentukan Pemerintahan Boneka oleh Jepang

Untuk mengelola wilayah yang telah mereka kuasai, Jepang membentuk beberapa pemerintahan boneka di China. Salah satunya adalah pembentukan pemerintahan di Mongolia pada Oktober 1937, di bawah pimpinan Pangeran Yun Peiping. Pada pertengahan Desember 1937, Jepang juga mendirikan pemerintahan di Nanjing, yang dipimpin oleh Wang Ke Mitt. Pemerintahan-pemerintahan ini bertujuan untuk memperkuat dominasi Jepang dan memperlemah perlawanan dari rakyat China. Namun, meskipun Jepang menguasai sebagian besar wilayah, mereka kesulitan mempertahankan kekuasaan di wilayah yang luas dan terisolasi.

“Simak juga: Sosok Perempuan di Patung Liberty: Cerita Sejarah yang Menyentuh Hati”

Peran Negara Barat dalam Perang China-Jepang II

Pada perang ini, Jepang tidak hanya menghadapi China, tetapi juga negara-negara Barat yang memiliki kepentingan besar di Asia. Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Belanda telah menanamkan pengaruh yang besar di wilayah Asia Tenggara, dan mereka mendukung China dalam perang ini. Namun, meskipun mendapat bantuan dari Barat, China tetap kesulitan untuk mengalahkan Jepang yang memiliki angkatan bersenjata yang lebih kuat dan modern.

Jepang menghadapi tantangan besar, terutama setelah negara-negara Barat mulai mengirim bantuan yang lebih besar. Tetapi, pada saat yang sama, Jepang juga harus berhadapan dengan ancaman dari Sekutu di Pasifik dalam Perang Dunia II. Keinginan Jepang untuk menguasai Asia Timur Raya ternyata mengarah pada konflik yang lebih besar, yang melibatkan banyak negara besar di dunia.

Akhir Perang China-Jepang II

Jepang mendominasi pertempuran. Mereka tidak memiliki cukup sumber daya. Mereka mempertahankan semua wilayah jajahan. Perang Pasifik terjadi bersamaan dengan Perang Dunia II. Perang Pasifik menguras kekuatan Jepang. Pada 14 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Dua kota besar, Hiroshima dan Nagasaki, hancur. Amerika Serikat membom atom kota-kota tersebut. Kekalahan Jepang mengakhiri Perang China-Jepang II pada September 1945.

Jepang memperluas wilayah kekuasaan di Asia. Mereka menaklukkan banyak negara dan menguasai sumber daya alam. Mereka juga membutuhkan sumber daya untuk perang. Namun, mereka tidak mampu mempertahankan wilayah yang luas. Sekutu melawan Jepang di berbagai front. Mereka menyerang Jepang dari laut dan udara. Amerika Serikat menggunakan bom atom. Mereka menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. Jepang mengalami kerugian besar. Mereka kehilangan banyak nyawa. Mereka juga kehilangan infrastruktur penting. Kaisar Jepang memutuskan untuk menyerah. Ia tidak ingin lebih banyak rakyatnya menderita.

Penyerahan Jepang menandai akhir Perang Dunia II di Asia. Negara-negara yang dijajah Jepang memperoleh kemerdekaan. Mereka membangun negara mereka sendiri. Mereka memulai era baru. Perang China-Jepang II berakhir. China memperoleh kembali wilayah yang hilang. Mereka membangun kembali negara mereka. Mereka mengatasi kerusakan akibat perang.

Dampak Perang China-Jepang II

Perang China-Jepang II menimbulkan dampak yang sangat besar, baik bagi China maupun dunia. Efek dari perang ini menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi rakyat China, dengan jutaan korban jiwa dan hancurnya banyak infrastruktur penting. Perang ini juga memperburuk hubungan internasional dan mempercepat berakhirnya dominasi Jepang di Asia. Setelah perang, China masuk dalam kelompok “The Big Five” dalam organisasi PBB, bersama dengan Amerika Serikat, Rusia, Inggris, dan Prancis, sebagai negara yang berperan penting dalam perdamaian dunia pasca-perang.

Perang China-Jepang II juga mempercepat proses pembentukan negara-negara baru di Asia, dengan berakhirnya kolonialisme Jepang di kawasan tersebut. Dengan kekalahan Jepang, banyak negara di Asia memperoleh kemerdekaannya, termasuk Indonesia dan Korea. Perang ini juga memberikan pelajaran penting tentang kekuatan nasionalisme, perjuangan melawan penjajahan, dan pentingnya solidaritas internasional dalam menghadapi agresi militer.